Oleh:
Anny Oktafirllyanti (Psi.2010),
Itsna Falaqie Zakyanvitani (Psi.2010),
Ranita Ria Dwita (Psi.2010), Sefchullisan (Psi.2010)
dan Tya Aditya Irfan (Psi.2010)
Erik Erikson (1902-1994)
Erik Erikson lahir di Franfrurt, Jerman, pada tanggal 15 Juni 1902. Ia adalah ahli analisa jiwa dari Amerika, yang membuat kontribusi-kontribusi utama dalam pekerjaannya di bidang psikologi pada pengembangan anak dan pada krisis identitas. Ayahnya (Danish) telah meninggal dunia sebelum ia lahir. Hingga akhirnya saat remaja, ibunya (yang seorang Yahudi) menikah lagi dengan psikiater yang bernama Dr. Theodor Homberger.
Erikson kecil bukanlah siswa pandai, karena ia adalah seorang yang tidak menyenangi atmosfer sekolah yang formal. Ia oleh orang tua dan teman-temannya dikenal sebagai seorang pengembara hingga ia pun tidak sempat menyelesaikan program diploma. Tetapi perjalanan Erikson ke beberapa negara dan perjumpaannya dengan beberapa penggiat ilmu menjadikannya seorang ilmuwan sekaligus seniman yang diperhitungkan. Pertama ia berjumpa dengan ahli analisa jiwa dari Austria yaitu Anna Freud. Dengan dorongannya, ia mulai mempelajari ilmu tersebut di Vienna Psychoanalytic Institute, kemudian ia mengkhususkan diri dalam psikoanalisa anak. Terakhir pada tahun 1960 ia dianugerahi gelar profesor dari Universitas Harvard.
Setelah menghabiskan waktu dalam perjalanan panjangnya di Eropa Pada tahun 1933 ia kemudian berpindah ke USA dan kemudian ditawari untuk mengajar di Harvad Medical School. Selain itu ia memiliki pratek mandiri tentang psikoanalisis anak. Terakhir, ia menjadi pengajar pada Universitas California di Berkeley, Yale, San Francisco Psychoanalytic Institute, Austen Riggs Center, dan Center for Advanced Studies of Behavioral Sciences.
Selama periode ini Erikson menjadi tertarik akan pengaruh masyarakat dan kultur terhadap perkembangan anak. Ia belajar dari kelompok anak-anak Amerika asli untuk membantu merumuskan teori-teorinya. Berdasarkan studinya ini, membuka peluang baginya untuk menghubungkan pertumbuhan kepribadian yang berkenaan dengan orangtua dan nilai kemasyarakatan.
Keinginannya untuk meneliti perkembangan hidup manusia berdasarkan pada pengalamannya ketika di sekolah. Saat itu anak-anak lain menyebutnya Nordic karena ia tinggi, pirang, dan bermata biru. Di sekolah grammar ia ditolak karena berlatar belakang Yahudi.
Buku pertamanya adalah Childhood and Society (1950), yang menjadi salah satu buku klasik di dalam bidang ini. Saat ia melanjutkan pekerjaan klinisnya dengan anak-anak muda, Erikson mengembangkan konsep krisis perasaan dan identitas sebagai suatu konflik yang tak bisa diacuhkan pada masa remaja. Buku-buku karyanya antara lain yaitu: Young Man Luther (1958), Insight and Responsibility (1964), Identity (1968), Gandhi's Truth (1969): yang menang pada Pulitzer Prize and a National Book Award dan Vital Involvement in Old Age (1986).
Tahap Perkembangan Hidup Manusia
Apakah perkembangan psikososial itu?
Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan psikososial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Erikson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada delapan tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil dengan perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.
Teori Perkembangan Rentang Hidup Erikson
Teori Erik Erikson melengkapi analisis Bronfenbrenner terhadap konteks sosial di mana akan tumbuh dan orang-orang yang penting bagi kehidupan anak. Erikson (1902-1994) mengemukakan teori tentang perkembangan seseorang melalui tahapan.
Delapan Tahap Perkembangan Manusia
Dalam teori Erikson (1968), delapan tahap perkembangan akan dilalui oleh orang di sepanjang rentang kehidupannya. Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang dihadapi oleh individu yang mengalami krisis. Menurut Erikson, masing-masing krisis tidak bersifat katastropik, tetapi merupakan titik balik dari kerawanan dan penguatan potensi. Semakin sukses seseorang mengatasi krisisnya, semakin sehat psikologi individu tersebut. Masing-masing tahap punya sisi positif dan negatif.
Kepercayaan versus ketidakpercayaan merupakan tahap psikososial yang pertama yaitu pada saat berumur 0-1 tahun. Pada tahap ini bayi didorong untuk mempercayai dan tidak mempercayai orang-orang yang ada di sekitarnya. Bayi sepenuhnya mempercayai keluarganya, tapi dia akan tidak percaya dengan orang asing, benda asing dan berbagai hal yang asing. Oleh karena itu bayi akan menangis jika digendong dengan orang yang tidak dikenalnya dan juga saat menghadapi hal-hal asing. Oleh karena itu tugas yang dibutuhkan pada tahap ini adalah menumbuhkan rasa percaya tanpa harus menghilangkan kemungkinan rasa ketidakpercayaan itu. Rasa percaya akan terbina dengan baik bila kebutuhan oralis bayi terpenuhi, seperti tidur dengan nyenyak, menyantap makanan dengan nyaman dan tepat waktu serta dapat membuang kotoran dengan sepuasnya.
Otonomi versus perasaan malu dan ragu merupakan tahap psikologis Erikson kedua. Tahap ini ada pada umur 2-3 tahun. Tahap ini terjadi pada masa bayi akhir (late infancy) dan masa belajar berjalan (toddler). Pada masa ini anak sudah bisa berdiri sendiri dalam arti melakukan beberapa hal dengan sendirinya tanpa bantuan orang tuanya, tetapi di pihak lain anak merasa ragu dan malu dengan apa yang diperbuatnya. Oleh karena itu mereka suka meminta pertolongan dan persetujuan orang tua mereka. Tugas orang tua pada tahap ini adalah tidak perlu memaksa anak untuk terlalu berani dan tidak juga mematikan rasa keberanian itu. Jadi yang dibutuhkan adalah keseimbangan.
Inisiatif versus rasa bersalah merupakan tahap psikologis Erikson ketiga, terjadi pada umur 4-5 tahun. Pada tahap ini anak sudah lebih banyak memiliki kecakapan. Kecakapan-kecakapan inilah yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu, namun sayangnya karena kemampuan anak masih terbatas terkadang mereka melakukan kesalahan dan ini membuat mereka merasa bersalah serta kehilangan minat untuk melakukan banyak hal dalam beberapa waktu. Masa-masa bermain adalah masa dimana anak belajar dan berani menerima tantangan dari luar.
Upaya versus inferioritas merupakan tahap psikologis Erikson keempat yaitu pada umur 6-11 tahun. Pada tahap ini anak semakin aktif. Mereka sangat bersemangat untuk mengetahui dunia luar serta berbuat sesuatu, namun sayang karena masih banyaknya kekurang yang dimiliki, mereka terkadang berhadapan dengan hambatan, kesukaran bahkan kegagalan. Hal-hal inilah yang membuat mereka menjadi rendah diri. Pada tahap ini pula, yang semula hanya sebagai sebuah fantasy bagi mereka, anak-anak mulai merealisasikannya.
Identitas versus kekacauan identitas, identitas merupakan tahap psikologi Erikson kelima. Terjadi pada individu saat berumur 12-20 tahun. Pada masa ini kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh seorang anak sudah lebih matang. Mereka berusaha untuk membentuk dan memeperlihatkan identitasnya. Dorongan untuk memperlihatkan identitas terkadang dilakukan dengan cara yang ekstrim atau berlebihan. Hal ini membuat mereka melakukan sesuatu yang dianggap menyimpang oleh lingkungan sekitar.
Keintiman versus isolasi merupakan tahap psikologis Erikson keenam. Tahap ini terjadi pada masa dewasa awal yaitu pada umur 21-40 tahun. Pada tahap ini terjadi longgarnya hubungan dengan kelompok sebaya karena ada dorongan untuk dekat dengan orang yang sepaham. Selain itu juga terdapat dorongan untuk lebih intim dengan orang-orang tertentu. Ini adalah jenjang yang dikatakan Erikson sebagai jenjang dimana seseorang ingin dekat dengan orang lain dan menghindar dari yang namanya menyendiri. Tapi hasilnya akan berbeda pada orang yang tidak memiliki kemampuan untuk membuat relasi dengan orang lain. Mereka ini akan lebih menarik diri dan mengisolasi dirnya dari orang-orang sekitar.
Generativitas versus stagnasi merupakan tahap psikologis Erikson ketujuh. Tahap ini terjadi pada masa dewasa pertengahan, sekitar 41-65 tahun. Pada tahap ini manusia sudah mencapai puncak dalam pengembangan diri mereka sendiri. Tugas yang harus dicapai pada tahap ini adalah mengabdikan diri untuk generasi muda. Pada masa ini timbul rasa untuk melahirkan sesuatu dan tidak berbuat apa-apa. Bagi mereka yang berbuat sesuatu mereka akan memperdulikan orang sekitar. Sedangkan bagi orang yang tidak berbuat apa-apa mereka cenderung tidak memperdulikan orang sekitarnya.
Integritas versus keputusasaan merupakan tahap psikologis Erikson yang kedelapan. Terjadi pada umur 65 ke atas. Pada masa ini individu sudah memiliki integritas pribadi. Semua yang dikaji dan ditelaah oleh dirinya menjadi miliki pribadi. Pribadi yang masih memiliki sebuah keinginan untuk melakukan sesuatu namun sudah tidak mampu melakukannya lagi karena masalah usia, mereka akan merasa putus asa. Tidak tercapainya sebuah keinginan dan kemunduran kemampuan menyebabkan terjadinya rasa keputusasaan. Menurut Erikson, individu yang sudah sampai pada tahap ini sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap sebelumnya dengan baik. Tugas pada tahap ini adalah integritas dan menghilangkan rasa kekecewaan.
Mengevaluasi Teori Erikson
Teori Erikson memaparkan beberapa tugas sosioemosional penting dan meletakkannya dalam kerangka perkembangan. Konsep identitasnya terutama membantu untuk memahami masa remaja akhir dan mahasiswa. Secara keseluruhan teorinya merupakan faktor penting dalam membentuk pandangan kita sekarang tentang perkembangan manusia sebagai perkembangan sepanjang hayat, bukan sekedar perkembangan di masa kanak-kanak.
Teori Erikson tidak luput dari kritik. Beberapa pakar percaya bahwa tahapannya terlalu kaku. Bernice Neugarten (1988) mengatakan bahwa identitas, intimasi, independensi dan banyak aspek perkembangan sosioemosional lainnya tidak muncul secara berurutan secara rapi dalam interval usia tertentu. Aspek-aspek itu merupakan isu penting yang ada di sepanjang hidup kita. Meskipun banyak riset telah dilakukan terhadap tahap-tahap Erikson (seperti identitas), seluruh cakupan teorinya (seperti apakah delapan tahap itu selalu terjadi secara berurutan bagi beberapa individu (terutama wanita), intimasi mendahului identitas, atau berkembang secara bersamaan.
Perbandingan Sigmund Freud
Erikson adalah pengembang teori Freud dan mendasarkan kunstruk teori psikososialnya dari psiko-analisa Freud. Kalau Freud memapar teori perkembangan manusia hanya sampai masa remaja, maka para penganut teori psiko-analisa (freudian) akan menemukan kelengkapan penjelasan dari Erikson, walaupun demikian ada perbedaan antara psikoseksual Freud dengan psikososial Erikson. Beberapa aspek perbedan tersebut dapat dilihat di bawah ini
Freud | Erikson |
Peranan/fungsi id dan ketidaksadaran sangat penting. | Peran/fungsi ego lebih ditonjolkan, yang berhubungan dengan tingkah laku yang nyata. |
Hubungan segitiga antara anak, ibu dan ayah menjadi landasan yang terpenting dalam perkembangan kepribadian. | Hubungan-hubungan yang penting lebih luas, karena mengikutsertakan pribadi-pribadi lain yang ada dalam lingkungan hidup yang langsung pada anak. Hubungan antara anak dan orang tua melalui pola pengaturan bersama (mutual regulation). |
Orientasi patologik, mistik karena berhubungan dengan berbagai hambatan pada struktur kepribadian dalam perkembangan kepribadian. | Orientasinya optimistik, kerena kondisi-kondisi dari pengaruh lingkungan sosial yang ikut mempengaruhi perkembang kepribadian anak bisa diatur. |
Timbulnya berbagai hambatan dalam kehidupan psikisnya karena konflik internal, antara id dan super ego. | Konflik timbul antara ego dengan lingkungan sosial yang disebut: konflik sosial.
|
Santrock, J. W, University of Texas at Dallas. [2010]. Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.
Sarwono, S. W. [2002]. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.
0 comments:
Post a Comment