Friday, March 16, 2012

Teori Sistem Ekologi Urie Bronfenbrenner



Oleh: 
Anak Agung Ayu Widyantari (Psi.2010),
Husein Salim (Psi.2010), Nurmala Dewi (Psi.2010),
Putri Widya Rahardianty (Psi.2010) dan Syefira Salsabila (Psi.2010)

Urie Bronfenbenner
Urie Bronfenbenner dilahirkan di Moscow, Rusia pada tanggal 29 April 1912. Saat usia 6 tahun, beliau dan keluarganya pindah ke United State. Beliau mengenyam pendidikan di Universitas Cornell dengan dua jurusan sekaligus, yaitu Psikologi dan Musik, kemudian melanjutkan ke Harvard University dengan subjek Developmental Psychology. Setelah itu, Bronfenbenner meraih gelar Ph.D di Universitas Michigan pada tahun 1942. (Wikipedia, 2011)

Bronfenbenner pernah bekerja sebagai Psikolog di Angkatan Darat Amerika Serikat, Asisten Profesor Psikologi di Universitas Michigan dan menjadi profesor di Universitas Cornell. Beliau meninggal dunia pada tahun 2005. (Wikipedia, 2011)

Teori Sistem Ekologi
Teori sistem ekologi Bronfenbenner berfokus utama pada konteks sosial tempat anak tinggal dan orang-orang yang mempengaruhi perkembangan anak. Teori ini terdiri dari lima sistem lingkungan yang merentang dari interaksi  interpersonal sampai ke  pengaruh kultur yang lebih luas. Kelima sistem tersebut adalah mikrosistem, mesosistem, eksosistem, makrosistem  dan kronosistem. (Helmi, 1999)

Mikrosistem
Mikrosistem adalah setting tempat individu banyak menghabiskan waktu. Beberapa konteks dalam sistem ini antara lain adalah keluarga, teman sebaya, sekolah, dan tetangga. Dalam mikrosistem inilah individu berinteraksi dengan agen sosial secara langsung (keluarga, teman sebaya, guru). Menurut Bronfenbenner, dalam setting ini individu bukanlah penerima pengalaman yang pasif, tetapi sebagai individu yang berinteraksi secara timbal balik dengan orang lain. Bronfrenbrenner menunjukkan bahwa kebanyakan penelitian tentang dampak-dampak sosiokultural berfokus pada mikrosistem. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)

Mesosistem
Mesosistem adalah hubungan antara beberapa mikrosistem atau hubungan antara beberapa konteks. Contohnya adalah hubungan antara pengalaman keluarga dengan pengalaman sekolah, pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan, dan pengalaman keluarga dengan pengalaman teman sebaya. (Santrock, Life-Span Development, 2002)

Dalam studi terhadap seribu anak kelas delapan (3 SMP), diteliti dampak gabungan dari pengalaman di keluarga dan di sekolah terhadap sikap dan prestasi siswa saat siswa melewati masa transisi dari tahun terakhir SMP ke awal SMA (Epstein,1983 dalam Santrock, 2008). Siswa yang diberi kesempatan lebih banyak untuk berkomunikasi dan mengambil keputusan (baik di rumah maupun di kelas) menunjukkan inisiatif dan nilai akademik yang baik. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)

Eksosistem
Eksosistem dilibatkan ketika pengalaman-pengalaman dalam setting sosial lain, ketika individu tidak memiliki peran yang aktif mempengaruhi hal yang individu alami dalam konteks yang dekat. Atau sederhananya menurut eksosistem melibatkan pengalaman individu yang tak memiliki peran aktif di dalamnya. Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang perempuan dengan suami dan anaknya. Seorang ibu dapat menerima promosi yang menuntutnya melakukan lebih banyak pekerjaan, yang dapat meningkatkan konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi orang tua-anak. (Santrock, Life-Span Development, 2002) 

Contoh lain eksosistem adalah pemerintah kota yang bertanggung jawab bagi kualitas taman, pusat rekreasi dan fasilitas perpustakaan bagi anak-anak dan remaja. Keputusan mereka bisa membantu bisa menghambat atau membantu  perkembangan individu secara tidak langsung. (Santrock, Life-Span Development, 2002)

Makrosistem
Makrosistem adalah kultur yang lebih luas.  Kultur merupakan istilah yang luas yang mencakup peran etnis dan faktor sosioekonomi dalam perkembangan anak. Kultur adalah konteks terluas tempat siswa dan guru tinggal, termasuk nilai dan adat istiadat masyarakat. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)

Misalnya, beberapa kultur (seperti Mesir dan Iran sebagai negara Islam), menekankan pada peran gender yang tradisioanal. Kultur lain (seperti di Amerika Serikat) menerima peran gender yang lebih bervariasi. Di kebanyakan negara Islam sistem pendidikannya mengutamakan dominasi pria. Di Amerika, sekolah-sekolah semakin mendukung nilai kesetaraan antara pria dan wanita. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)

Satu dari aspek atatus sosioekonomi murid adalah faktor perkembangan dalam kemiskinan. Kemiskinan dapat memengaruhi perkembangan anak dan merusak kemampuan mereka untuk belajar, meskipun beberapa anak di lingkungan miskin sangat rajin. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)

Kronosistem 
Kronosistem meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan sosiohistoris dari perkembangan individu. Misalnya, dalam mempelajari dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan bahwa dampak negatif sering memuncak pada tahun pertama setelah percaraian dan bahwa dampaknya lebih negatif bagi anak laki-laki daripada anak perempuan (Hetherington, 1989 dalam Santrock, 2008). Dua tahun setelah perceraian, interaksi dalam keluarga tidak begitu kacau dan lebih stabil. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)

Bronfenbrenner semakin banyak memberi perhatian kepada kronosistem sebagai sistem lingkungan yang penting. Dia memperhatikan dua problem penting, yaitu banyaknya anak Amerika yang hidup dalam kemiskinan (terutama dalam keluarga single-parent) dan penurunan nilai-nilai. (Santrock, Life-Span Development, 2002)

Bronfenbenner juga berpendapat bahwa anak-anak sekarang adalah generasi pertama yang mendapatkan perhatian setiap hari, generasi pertama yang tumbuh dalam lingkungan elektronik yang dipenuhi oleh komputer dan bentuk media baru, generasi pertama yang tumbuh dalam revolusi seksual, dan generasi pertama yang tumbuh di dalam kota yang semraut dan tak terpusat, yang tidak lagi jelas batas antara kota, pedesaan atau subkota. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)

Evaluasi Teori Bronfenbenner
Teori Bronfenbenner telah mendapat banyak popularitas. Teori ini memberikan kerangka teoritis untuk mengkaji konteks sosial secara sistematis, baik di tingkat mikro maupun makro. Teori ini juga menjembatani  kesenjangan antara teori behavioral yang berfokus pada setting kecil dan teori antropologi yang menganalisis setting yang lebih luas. Teorinya memicu perhatian orang pada arti penting kehidupan anak dari berbagai setting. Misalkan guru seharusnya tidak hanya mempertimbangkan hal yang terjadi di dalam kelas, tetapi juga mempertimbangkan apa yang terjadi dalam keluarga, lingkungan, dan teman sebaya siswanya. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)

Para pengkritik teori Bronfenbenner mengatakan bahwa teorinya tidak banyak memberi perhatian kepada faktor biologis dan kognitif dalam perkembangan anak. Mereka juga menunjukkan bahwa teori tersebut tidak membahas perubahan perkembangan bertahap yang menjadi fokus pada teori-teori seperti teori Piaget dan Erikson. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)

Teaching Strategies dalam Mendidik Anak Berdasarkan Teori Bronfenbrenner
1.   Pandanglah anak sebagai sosok yang terlibat dalam berbagai sistem lingkungan dan dipengaruhi oleh sistem-sistem itu. Lingkungan itu antara lain sekolah dan guru, orangtua dan saudara kandung, komunitas dan tentangga, teman sebaya, media, agama, dan budaya. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)
2.   Perhatikan hubungan antara sekolah dan keluarga. Jalin hubungan ini melalui saluran formal dan informal. (Santrock, Psikologi Pendidikan, 2008)
3.   Sadari arti penting dari komunitas, status sosioekonomi, dan budaya dalam perkembangan anak. Konteks sosial yang luas ini bisa sangat mempengaruhi perkembangan anak. (Valsiner, 2000 dalam Santrock, 2008)


Sumber:


Helmi, A. F. (1999). Beberapa Teori Psikologi Lingkungan. Buletin Psikologi .
Santrock, J. W. (2002). Life-Span Development. Jakarta: Erlangga.
Santrock, J. W. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

0 comments:

Post a Comment